Islam dan Pelestarian Alam: Prinsip-Prinsip Ekologis dalam Islam untuk Lautan Yang Sehat
About Lesson

Islam, sebagai agama yang komprehensif, tidak hanya mengatur aspek spiritual dan sosial kehidupan umatnya tetapi juga memberikan panduan yang mendalam mengenai hubungan manusia dengan lingkungan. Prinsip-prinsip ekologis dalam Islam, terutama dalam konteks pelestarian lautan, mencerminkan perhatian yang mendalam terhadap keseimbangan ekosistem dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Lautan, sebagai salah satu komponen vital dari ekosistem global, memiliki peran krusial yang diakui dan diatur oleh ajaran Islam.

  1. Prinsip Keseimbangan (Tawazun)

Salah satu prinsip utama dalam Islam yang berlaku pada pelestarian lingkungan adalah keseimbangan atau tawazun. Al-Qur’an menekankan pentingnya keseimbangan dalam penciptaan Allah:

وَالْسَمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ ﴿7﴾ لَا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ ﴿8﴾ وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ ﴿9﴾

 

Artinya: “Dan langit telah diangkat-Nya dan Dia telah menetapkan neraca (keseimbangan), supaya kamu tidak melampaui batas dalam menimbang. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Surah Ar-Rahman, 55:7-9)

Dalam konteks lautan, prinsip tawazun mengajarkan bahwa setiap komponen ekosistem laut, dari plankton hingga ikan paus, memiliki peran yang penting dan harus dijaga agar tetap seimbang. Pengrusakan atau eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya laut akan mengganggu keseimbangan ini, yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem yang luas.

 

  1. Prinsip Larangan Kerusakan (Mafsadat)

Islam dengan tegas melarang segala bentuk kerusakan dan kerusakan (mafsadat) di bumi. Allah berfirman:

وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ ﴿205﴾

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan” (Surah Al-Baqarah, 2:205).

Larangan ini mencakup semua bentuk kerusakan terhadap lingkungan, termasuk lautan. Oleh karena itu, pencemaran laut, penangkapan ikan yang berlebihan, dan perusakan habitat laut merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Pelestarian laut harus menjadi prioritas untuk mencegah kerusakan yang dapat mengancam kehidupan laut dan kesejahteraan manusia.

 

  1. Prinsip Pengelolaan Sumber Daya secara Berkelanjutan (Istihsan dan Istislah)

Istihsan adalah salah satu metode dalam fikih (ilmu hukum Islam) yang merujuk pada penilaian keadilan untuk memilih keputusan hukum yang dianggap lebih adil dan sesuai dengan tujuan syariat (maqasid al-shariah). Istihsan secara umum berarti menilai sesuatu dari segi keadilan dan kemanfaatan. Metode ini digunakan untuk mengatasi kekakuan dalam aplikasi hukum yang mungkin muncul jika hanya mengandalkan teks atau analogi (qiyas) tanpa mempertimbangkan konteks dan kondisi.

Dalam konteks pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan, istihsan berperan penting karena ia memungkinkan para pengambil keputusan untuk menyesuaikan hukum dengan situasi dan kebutuhan aktual, sehingga keputusan yang diambil lebih fleksibel dan adil. Misalnya, dalam pengelolaan sumber daya alam, istihsan dapat digunakan untuk mengadaptasi aturan agar tidak merusak ekosistem atau menguntungkan kelompok tertentu secara tidak adil, melainkan memberikan manfaat yang seimbang bagi seluruh masyarakat.

Istislah adalah metode lain dalam fikih yang berarti penetapan hukum berdasarkan maslahat (kepentingan umum) atau manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Istislah mengacu pada prinsip bahwa hukum Islam harus berfungsi untuk mencapai kesejahteraan dan menghindari kemudaratan. Dalam praktek istislah, pengambilan keputusan hukum didasarkan pada analisis terhadap manfaat dan kerugian yang mungkin timbul, sehingga keputusan yang diambil lebih condong kepada kepentingan umum.

Dalam pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan, istislah sangat relevan karena ia mendorong penerapan kebijakan dan praktik yang memprioritaskan kepentingan jangka panjang dan kesejahteraan lingkungan. Misalnya, kebijakan pengelolaan hutan yang mempertimbangkan dampak lingkungan, keberlanjutan ekosistem, dan kesejahteraan komunitas lokal adalah penerapan prinsip istislah. Istislah memastikan bahwa sumber daya dikelola dengan cara yang mendukung keberlanjutan dan mencegah kerusakan yang dapat merugikan generasi mendatang.

Kaitan dengan Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Secara Berkelanjutan

  1. Penyesuaian Hukum dengan Kebutuhan Aktual: Istihsan memungkinkan penyesuaian hukum dengan kebutuhan nyata dan kondisi yang berubah, sehingga pengelolaan sumber daya dapat lebih responsif terhadap tantangan lingkungan dan sosial yang muncul.
  2. Fokus pada Kesejahteraan dan Kepentingan Umum: Istislah memastikan bahwa keputusan hukum dan kebijakan berfokus pada kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat, mendukung pengelolaan sumber daya yang tidak hanya menguntungkan saat ini tetapi juga berkelanjutan untuk masa depan.
  3. Pencegahan Kerusakan dan Peningkatan Manfaat: Kedua metode ini, baik istihsan maupun istislah, membantu dalam merancang kebijakan yang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat, serta meningkatkan manfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Dengan menerapkan istihsan dan istislah, prinsip pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan dapat dijaga, sehingga sumber daya alam digunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab, memastikan kesejahteraan masyarakat saat ini dan di masa depan.

  1. Prinsip Tanggung Jawab Moral dan Sosial (Khalifah)

Dalam Islam, manusia diangkat sebagai khalifah, atau wakil Allah di bumi, dengan tanggung jawab besar untuk menjaga dan memelihara lingkungan. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:30), “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi’.” Tanggung jawab ini mencakup seluruh aspek kehidupan di bumi, termasuk lautan.

Sebagai khalifah, umat Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial yang mendalam untuk melindungi lautan dari kerusakan dan eksploitasi yang berlebihan. Ini berarti bahwa upaya perlindungan harus dilakukan untuk habitat laut yang penting, seperti terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun, yang semuanya memainkan peran krusial dalam mendukung kehidupan laut dan menjaga keseimbangan ekosistem. Selain itu, penting untuk mengurangi pencemaran laut, baik yang berasal dari limbah industri, sampah plastik, maupun bahan kimia berbahaya, demi menjaga kualitas air dan kesehatan makhluk hidup di laut.

Tidak kalah pentingnya, umat Islam juga diharapkan untuk mendukung dan mempromosikan kebijakan yang berfokus pada keberlanjutan laut. Ini mencakup pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik yang merusak lingkungan laut. Dengan menjalankan tanggung jawab ini, sebagai khalifah, umat Islam berkontribusi pada pelestarian lautan dan memastikan bahwa sumber daya alam digunakan dengan bijaksana, tidak hanya untuk kepentingan saat ini tetapi juga untuk generasi mendatang.